Sabtu, 21 Mei 2016

Pencetus Revolusi Mental, Dimana Peranmu?


Satu kasus pemerkosaan dan pembunuhan muncul, maka akan muncul ke permukaan kasus-kasus lain yang serupa dengan pelaku dan korban yang berbeda tapi membawa duka yang sama. Kasus yuyun, kasus siswi smp yang diperkosa oleh siswa smp dan siswa kelas 3 sd, kasus eno, anak-anak yang dicabuli oleh guru agama, apa lagi? Kita tentu sudah tau.

Miris, kejam, ingin rasanya mengutuki pelaku, tapi aku tidak pernah diajari untuk mengutuki! Aku berduka, keluarga demi keluarga berduka, teman-temanku berduka bahkan masyarakat pun berduka. Tapi apa "negara" juga berduka? Aku tahu negara pasti berduka juga! Bapak pencetus revolusi mental pun berduka, melihat masyarakatnya sedang menghadapi masalah mental yang tidak bermoral.

Mental kami masih belum terbentuk pak! Hingga untuk menentukan hukuman bagi mereka yang mengambil kehormatan dan nyawa korban pun masi pro dan kontra. Hanya untuk hukuman kebiri pun kami masih berbeda pandangan, apalagi hukuman mati! Pola pikir kami masih belum terbentuk, belum berbentuk "bulat".

Untuk itu aku bertanya, dimana peran pencetus revolusi mental dan semua jajarannya? Revolusi mental untuk pelaku, untuk pria dan wanita, untuk orang tua, untuk anak, untuk pengajar-pengajar, untuk pelajar, untuk pengangguran, untuk si miskin dan si kaya, untuk si bodoh dan si pintar, untuk birokrat dan masyarakat sipil, untuk pembaca tulisan ini dan untuk penulis tulisan ini!

Karena sampai sekarang aku tidak lihat pak, keputusan yang berhikmat bagi kasus-kasus itu. Bahkan aku tidak lihat tindak berkelanjutan bagi korban-korban yang masih ada. Mereka butuh tangam bapak dan jajaran untuk diayomi, diajari lagi, diberi dukungan sosial, membangkitkan mental mereka kembali agar bisa membangunkan psikologinya yang jatuh, dan agar mereka tidak membalaskan dendam bagi masa yang akan datang.

Hukumlah pelaku dengam penjara seumur hidup, dengam kebiri, bahkan hukuman mati, apapun, terserah pada hikmat bapak dan kalian yang duduk di eksekutif, legislatif maupun yudikatif, dengan tujuan memberi efek jera, membuat rasa takut, membuat rasa iba, dan tentu mengurangi kasus serupa, bahkan kalau bisa meniadakan kasus serupa yang mengerikan.

Berhikmatlah mengambil keputusan menyangkut wargamu pak. Tunjukkan dengan revolusi mental yang bapaj cetuskan, benar-benar merevolusi mentalkan semua warga bapak. Revolusi mental yang sampai pada akar mental kami!

Jumat, 20 Mei 2016

Kota Akhlakul Kharimah, HIV/ AIDS No. 1 di Banten!


Well, mungkin kalian udah tahu kota tersebut. Yap! Kota Tangerang, dengan motto yang sering kita lihat di kotanya, 'akhlakul kharimah'. Kota Tangerang bisa kita katakan kota maju lah di provinsi Banten. Bayangkan... kota maju yang berakhlakul kharimah! Kota yang menarik bukan? Namun, kasus HIV/AIDS nomor 1 di Banten. Loh kenapa bisa? Oke, disini penulis akan coba ulas mengapa itu terjadi dan mencoba untuk memberikan solusinya.

Penulis tidak asal tulis, karena penulis punya datanya. Berapa sih kasus HIV/AIDS di kota Akhlakul Kharimah ini? Oke berikut datanya.



Dari data diatas, kasus HIV sebanyak  712 kasus dan AIDS 404 kasus di kota Tangerang dan membuktikan kasus tertinggi di Banten.

Tidak hanya itu, penulis juga diskusi santai dengan Bapak Arif dari Komisi Penanggulangan Aids Provinsi Banten. Beliau mengatakan alasan kenapa Tangerang menjadi kota dengan kasus hiv/aids tertinggi di Banten. Well, ini dia alasannya.

1. Tangerang adalah daerah penyangga ibukota

2. Aktivitas masyarakatnya ada di jakarta atau gaya hidup

3. Adanya pasar heroin pada dekade tahun 90an sehingga berdampak pada epidemi fenomena gunung es

4. Tidak ada lokasi pelacuran tapi tempat hiburan banyak dan kurang terkontrol sehingga berkembang nya populasi kunci pekerja seks tidak langsung.

Dan kenapa itu bisa terjadi? Nah ini dia alasannya.

Karena peran pemerintah kota Tangerang belum optimal dalam membangun komitmen dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Mengapa? Karena pemerintah daerahnya terjada pada moto "akhlakul kharimah", pemerintah kota Tangerang ini menganggap kotanya masih baik, masyarakatnya juga baik dan keterangan penulis katakan tersebut juga didukung oleh pak Arif.

Dan siapa penyumbang kasus terbanyak pada HIV/AIDS ini? Berikut penulis berikan datanya.



Drug use dan seks. Heteroseksual sebesar 45% dan drug use 39%. Itu faktor terbanyak terjadi hiv/aids ini. Dan populasi kunci hiv/aids ini adalah LSL (laki seks laki), drug use, PSL (pekerja seks langsung), PSTL (pekerja seks tidak langsung), waria dan LBT (lelaki beresiko tinggi). Namun sebenarnya ada korban yang harus lebih diperhatikan, yaitu ibu dan anak.

Mereka semua butuh tangan-tangan pemerintah dan tangan kita. Maka dari itu, penulis mencoba memberikan solusinya, semoga bisa bermanfaat. Berikut solusinya.

Pertama, pemerintah daeranya harus membuat regulasi yang jelas dan kuat yang memperhatikan nilai sosial, agama dan budaya masyarakat setempat.
Kedua, berfokus pada penanggulangan, dinas-dinas tsrkait seperti dinkes, dinsos juga kpa harus saling berkoordinasi dan kerjasama dalam penanggulangan odha, karena mereka perlu pendamping dan pendukung.
Ketiga, harus ada pencegahan. Lakukan sosialisasi pada populasi kunci, juga pada masyarakat, sosialisasi ke sekolah/universitas, lakukan blusukan untuk sosialisasi ini, sampai semua daerah mendapatkan sosialisasi HIV/AIDS.
Keempat, berikan obat pada ODHA.
Kelima, tak lain adalah peran semua lapisan masyarakat, ya peran kita! Jangan lakukan seks bebas, jangan haramkan mereka yang terkena HIV/AIDS, jangan benci pada populasi kunci, saling mengingatkan kita, dan dekatkan diri pada Tuhan.

Oke, itu dia tulisan penulis kali ini. Kritislah terhadap masalah sosial disekelilingmu, komentarilah lalu beri solusi!